Senyummu Bahagiaku
Tak ada yang terasa menenangkan bagiku selain mendengar ayat-ayat Al-Quran yang
dibacakan. Suaranya bahkan lebih indah dari suara musik. Mereka semua, murid
ibuku, memang selalu datang saat malam hari untuk belajar mengaji pada ibuku.
Aku sangat senang saat mereka datang, karena mereka datang untuk hal yang
sangat mulia. Bagai tak peduli dengan rasa lelahnya, mereka datang, belajar,
dan mengaji sampai mereka puas. Begitu juga dengan ibuku yang sudah seharian
bekerja namun tetap meluangkan waktunya untuk membagikan ilmu agama yang ia
punya. Ibuku bekerja sebagai penjahit, selain bekerja di tempat orang lain, Ibu
juga menerima jahitan di rumah sendiri, hasilnya lumayan untuk tambah-tambah.
Karena
tak tega bila melihat Ibu mengajar sendirian, sedangkan yang mengaji sangatlah
banyak, maka disetiap malam aku membantu Ibu untuk mengajar ngaji. Rasanya
sangat senang bila bisa membantu Ibu mengajar ngaji, ini adalah sesuatu yang
sangat mulia.
Banyak
murid, bukan berarti Ibu punya banyak uang dari gajinya mengajar ngaji, ibu
mengajar ngaji atas nama Allah dan dengan didasari rasa ikhlas jadi Ibu sama
sekali tak memungut biaya dari para muridnya. Dapat membagi ilmu, membuat orang
lain pintar, dan terus berada di jalan Allah, bagi Ibu itu sudah lebih dari
cukup, meski terkadang keadaan ekonomi cukup memprihatinkan. Tapi ternyata
Allah itu Maha Adil, ia selalu memberikan rezeki kepada kami, Ia cukupkan apa
yang kami butuhkan, karena terkadang ada saja orang tua dari murid Ibu yang
secara ikhlas memberikan uang pada Ibu, uang itu mereka anggap sebagai uang
terimaksih karena Ibu sudah mengajari anaknya mengaji.
Bagiku
Ibuku adalah segala-galanya bagiku, ia adalah satu-satunya keluarga yang
kupunya, ia adalah Ibu sekaligus Ayah bagiku. Bayangkan saja seberapa sulitnya
bila menjadi Ibuku, ketika ia mengandungku 6 bulan, Ayahku meninggal karena
kecelakaan, semenjak itu Ibu harus berjuang melahirkanku, membesarkan serta
menafkahiku hingga tak terasa 15 tahun sudah Ibu melakukannya seorang
diri. Suka duka sudah ia lewati seorang diri, namun tak pernah kulihat dirinya
mengeluh pada keadaan yang ada, Ibu selalu mampu mensyukuri apa yang diberikan
oleh Allah.
Ibu
yang mengajariku berbicara, berjalan, makan, duduk, berdoa, berwudhu, shallat,
dan bagaimana caranya menjadi orang baik yang dapat dihargai oleh orang lain.
Ia yang menyadarkanku saat aku hilaf, menuntunku saat aku kehilangan arah,
membenarkanku saat aku bersalah, dan membangkitkanku saat
aku hampir putus asa. Entah harus berapa kali aku
mengucapkan terimakasih atas apa yang telah ia lakukan untukku, dan
harus berapa kali aku memohon maaf atas kesalahan yang telah
aku lakukan padanya hingga secara tak sengaja aku sudah menyakiti hatinya.
“Bu,udah
malem, kenapa masih jahit?” tanyaku saat melihat Ibu yang masih menjahit meski
jarum jam sudah menunjukan pukul 10.00 malam. Selesai mengajar ngaji bukan
berarti tugas Ibu sudah selesai, karena
setelah mengajar ngaji Ibu masih harus menyelesaikan jahitannya.
“Iya
bentar lagi Sa, ini tanggung soalnya besok bajunya mau dipake yang punya!”
jawab Ibu.
“Yauda
deh Nisa belajarnya di sini aja ya? Sekalian nemenin
Ibu!” ucapku.
“Eh
jangan! Kamu di kamar aja, besok kan kamu harus sekolah jadi lebih
baik kamu tidur!” Ibu yang masih bisa melarangku.
“Kalau
Ibu sendirian, nanti ada setan loh…..” aku yang mencoba menggoda Ibu.
Akhirnya
Ibu tak dapat melarangku.
Di
depan Ibu, aku belajar dengan sesekali memperhatikan wajah Ibu yang aku rasa
sudah mulai menua, sesekali aku berdiri dan memijat pundak Ibu. Ibu
selalu menolak saat aku ingin memijatnya, alasannya karena Ibu tak ingin
merepotkanku dan tak ingin aku lelah, namun aku terus memaksa karena aku tahu
kalau sebenarnya Ibu itu sangat lelah, hanya saja ia terus menyembunyikan rasa lelahhnya.
Dan di depan
Ibu pula aku tak kuat menahan rasa kantukku hingga akhirnya aku tertidur.
***
Mimpi
dan cita-citaku sangatlah sederhana yaitu hanya ingin membahagiakan Ibu,
sederhana adalah mimpi dan cita-citanya, yang tak sederhana adalah apa yang
akan kugapai yang dapat membahagiakan Ibu. Menjadi desainer baju muslim,
menjadi guru ngaji sama seperti Ibu, berkorban dengan uang sendiri, memangun
toko kue juga butik yang di dalamnya terdapat baju desain aku sendiri,
membangun masjid serta tempat mengaji, membangun asrama untuk anak yatim piatu
juga anak jalanan, membangun sekolah, dan naik haji dan keliling dunia bersama
Ibu. Asrama yang aku bayangkan bukanah hanya sekedar asrama yang dijadikan
tempat tinggal, melainkan di dalamnya akan aku bangun tempat mengaji dan
sekolah untuk mereka, sekolahnya pun bukan seperti sekolah umum, melainkan
sekolah ketrampilan, mereka akan diajarkan caranya membuat kue serta kerjinan
tangan bernilai ekonomis tinggi lainnya, diajarkan untuk menjadi penulis
terkenal, aku juga akan mengembangkan bakat yang mereka punya misalnya bakat
bermain alat musik juga menyanyi, dan bahkan aku akan memanggil guru bahasa
inggris juga bahasa arab agar mereka lebih pintar. Tak hanya yang islam saja,
aku juga akan menolong yang bukan islam, saat hari besar mereka datang aku
takkan melarang mereka untuk merayakannya, karena aku pun sadar bahwa dalam
hidup ini kita harus saling bertoleransi satu sama lain. Tujuanku mendirikan
asrama adalah agar mereka yang tak terawat dapat tumbuh dengan cinta dan dapat
menjadi orang yang sukses, aku takkan membiarkan mereka keluar dari asrama
sebelum mereka sukses. Aku yang akan membantu mereka untuk menjadi orang
sukses, bila tak ada orang tua maka aku yang akan menjadi tempat bersandar
mereka. Aku tak pernah takut rugi atau pun miskin karena memberi mereka makan,
membelikan mereka baju, membayar guru pengajar untuk mereka, dan hal yang
lainnya, karena aku percaya bahwa sedekah takkan pernah mengurangi harta dan
Allah akan selalu ada untuk membantuku.
Aku tahu tak mudah untuk mengubah mimpiku menjadi
nyata, tak jarang juga aku ketakutan akan masa depanku meski aku
sudah menjadi murid terbaik di SMAku, tapi selagi ada Allah dalam hidupku, aku
yakin bahwa aku akan mampu menggapai semua mimpiku itu.
Shallat
tahajud, shallat lima waktu tepat pada waktunya, bersedekah, berdoa, puasa
senin kamis, dan tentunya juga usaha selalu aku lakukan agar semua mimpi yang
ada menjadi nyata. Ibu yang mengajariku itu semua, berusaha disertai doa kata
Ibu akan mempermudah kita untuk mendapatkan apa yang kita inginkan. Ibuku
selalu mendukung apa yang kuimpikan, doanya tak pernah putus untukku.
***
Siang
ini aku dan Ibu datang ke rumah tetangga menghadiri acara pengajian, pengajian
itu dilakukan karena tetanggaku tersebut akan naik haji, senang rasanya saat
melihat orang lain bisa pergi ke tanah suci. Dan ingin rasanya aku membawa Ibu
ke tanah suci mekah melaksanakan salah satu perintah Allah, terlebih saat Ibu
selalu menangis ketika melihat orang lain naik haji yang alasannya adalah tak
lain dan tak bukan karena ia juga ingin naik haji. Bila dulu Ayah yang berjanji
akan membawa Ibu ke tanah suci, maka setelah Ayah tiada, aku yang akan memegang
janji itu dan aku berjanji bahwa aku akan menepatinya.
“Kapan
ya Ibu bisa naik haji?” tanya Ibu saat dalam perjalanan pulang menuju rumah.
“Ya
nunggu celengan Ibu penuh lah!” jawabku tertawa kecil.
Ibu
tersenyum melihatku.
Dalam
hati aku berbiacara “Nunggu Nisa sukses lah Bu!”
Saat
ini Ibu memang sedang menabung agar ia bisa naik haji, kemauannya itu sangatlah
besar.
Demi
kesuksesan yang selalu aku harapkan, setiap waktu selalu aku sempatkan untuk
belajar. Selain teman-teman di sekolah, buku juga menjadi temanku disaat aku
merasa bosan juga kesepian. Aku juga selalu menyisihkan uang sakuku yang walau
hanya 5000 sehari untuk aku masukan ke celenganku, terkadang juga aku pakai
untuk ke warnet, maklum saja di rumah aku belum punya laptop atau pun komputer.
Aku ke warnet bukan untuk main-main, melainkan untuk belajar, melalui warnet
aku mulai belajar mendesain pakaian muslim, melalui warnet pula aku mengetahui
banyak hal. Sebenarnya aku ingin sukses sebelum umurku menginjak 20 tahun,
mustahil? Sepertinya….. Tapi aku akan mematahkan kata mustahil itu hingga
akhirnya terciptalah NOTHING IS IMPOSSIBLE dalam hidupku, dan aku juga ingin
menjadi desainer tanpa harus kuliah dulu, maka dari itu jika di rumah aku
selalu mencoba mendesain pakaian muslim.
Aku
memang terlahir di keluarga miskin yang mungkin terkadang terhimpit masalah
ekonomi, namun aku takkan menjadikan hal itu sebagai masalah, aku justru akan
menjadikannya pacuan untuk aku menjadi sukses. Karena dengan kesuksesanku nanti
aku akan membuat Ibu bangga, tersenyum, lalu Ibu tak perlu lagi susah payah
menjahit, yah… meski sekarang Ibu juga sudah bangga padaku karena aku sudah
menjadi anak yang baik untuknya.
***
“Wow…
ini desain kamu sendiri?” tanya Reka, sahabat dekatku yang sudah bersahabat
denganku sejak kelas 1 SMP.
Aku
mengangguk sambil tersenyum padanya.
“Keren….
Jago banget nih kayaknya sekarang!” ucap Reka.
Berbeda
denganku, Reka ini adalah anaknya orang kaya, Papanya dokter dan Ibunya adalah
pemilik beberapa cabang restoran. Meski kaya, Reka sama sekali tak sombong,
Reka tak pernah membeda-bedakan dalam berteman, menurutnya kaya miskin bukan
jadi masalah dalam pertemanan. Setiap hari di sekolah, aku selalu bermain
bersama Reka.
“Oh
iya Re, cobain kue buatan aku yang ini dong!” tawarku ada Reka.
Dengan
sangat senang ia mencobanya, dan tak disangka-sangka ternyata ia suka dengan
kue yang aku buat bahkan ia sampai “Aku beli semua kuenya, ya!” membeli semua
kue yang kubawa. Padahal awalnya hanya menyuruhnya mencoba atau memakan secara
gratis karena Reka selama ini sudah sangat baik padaku, tapi Reka malah
membelinya.
Empat
kali dalam seminggu, aku memang selalu membuat kue dan menjualnya di sekolah,
bila bukan di kelas maka aku akan menjualnya di kantin sekolah. Dan syukur
Alhamdulillah, 3 toples kue yang kubawa hari ini langsung habis.
Ada
yang tak biasa saat aku pulang sekolah, rumah kecilku terlihat sangat ramai,
namun saat aku dekati hanya ada dua orang yang tak kukenal dan Ibu saja,
terlihat ramai karena dua orang itu secara tak jelas sedang marah-marah pada
Ibuku.
“Maaf
bu, kenapa Ibu marah-marah sama Ibu saya ya?” tanyaku yang agaknya tak suka
pada orang itu.
Bukannya
menjawab, ia malah menatap mataku, dan tanpa rasa bersalah pergi begitu saja.
“Ada
apa sih Bu?” tanyaku pada Ibu.
“Mereka
berdua adalah orang yang kemarin menjahit baju sama Ibu, hari ini mereka datang
untuk mengambil bajunya, tapi saat mereka datang ada satu baju yang belum
selesai Ibu pasang kancing.” Jawab Ibu.
“Terus?”
aku yang memotong pembicaraan Ibu.
“Terus
mereka malah marah dan malah engga mau ngambil bajunya……” sambung Ibu yang
terlihat sedih.
“Kok
gitu sih Bu? Harusnya mereka engga gitulah Bu, dengan santainya mereka datang,
memesan baju 15 pasang dan hanya memberikan Ibu waktu 2 minggu, setelah itu
dengan santainya mereka engga mau ngambil juga bayar baju itu!” aku sangat
emosi saat mendengar penjelasan Ibu.
“Mereka
itu orang atau apa sih Bu? Setan kali ya?” tanyaku. Aku ini memang termasuk
orang yang gampang marah bila seseorang sudah berbuat yang melewati batas
padaku atau pada Ibuku, dan terkadang akan sulit melupakan kesalahannya.
“Udahlah
Sa, jangan marah-marah, apa lagi sampai bilang begitu!” ucap Ibu mencoba
menenangkanku.
“Tapi
Bu, bahan yang dipakai untuk buat baju kan beli bukan minta, Ibu aja udah
mati-matian jahitnya bahkan sampai tengah malam!” sautku.
Aku
hanya berharap kalau orang itu segera sadar akan kesalahannya dan ia mau minta
maaf pada Ibu, semoga juga ada sesuatu yang lebih indah dari hal ini.
***
“Sa….
Nisa……” panggil Reka dari belakang, bermaksud menyuruhku berhenti berjalan.
“Kenapa
Re?” tanyaku pada Reka yang terlihat sedang mengatur nafas.
“Tante
gue mau desain kamu!” jawabnya yang singkat tak dapat kumengerti.
“Maksudnya?”
aku yang merasa kurang jelas.
“Iya,
Tante pesan baju muslim yang kamu desain itu, katanya dia mau sama persis kayak
yang ada di gambar!” jelas Reka.
“Alhamdulillah…..
makasih ya Re!” ucap Reka “Terus dia mau ngambil bajunya kapan?” dan tanyaku.
“Katanya
sih sekitar 2 minggu lagi soalnya mau dia pake ke acara nikahan temannya.
Masalah harga kamu yang nentuin karena kata dia sih engga masalah harganya
berapa aja.” Jawab Reka.
“Makasih
banget loh Re!” aku yang sepertinya tak bisa berhenti mengucapkan kata
terimakasih pada Reka.
“Iya
sama-sama!” jawabnya sambil tersenyum.
“Eh
tapi kok Tante kamu bisa tau gambar itu?” tanyaku penasaran.
“Hehehe
maaf ya Re, gambarnya engga sengaja kebawa aku!” jawabnya, ternyata apa yang
aku pikirkan memang benar.
Terimakasih
ya Allah karena Engkau sudah memberiku rezeki yang tak kusangka dari mana
datangnya, secara tak sengaja desain baju muslim itu terbawa oleh Reka yang
hingga akhirnya Tantenya tertarik untuk memesannya.
Sepulang
sekolah aku pun langsung pergi ke toko bahan pakaian bersama Ibu. Ibu mengaku
kalauia merasa senang saat ada yang memesan baju, terlebih baju itu adalah
desain aku sendiri.
***
Tiga
tahun kemudian…….
Entah
harus berapa kali aku mengucapkan kata syukur pada Allah karena semenjak
Tantenya Reka memesan baju itu, ia terus meminta desain yang terbaru bahkan ia
juga mempromosikannya pada teman-temannya. Kini Ibu tak lagi bekerja di tempat
orang lain karena kini kami yang mempekerjakan orang di tempat produksi
pakaianku. Aku juga menjualnya melalui online, Alhamdulillah banyak yang
menyukainya juga membelinya. Uang yang aku dapatkan itu aku gunakan untuk
membangun toko kue, hingga sekarang toko kueku itu ramai dikunjungi.
Kini
aku sedang menabung untuk membangun asrama yang aku impi-impikan, tanahnya
sudah kubeli, tinggal membangunnya saja, dan anak yatim piatu juga anak
jalanannya juga sudahaku data. Bulan depan, aku bersama Ibu juga akan
menjalankan ibadah haji, berkorban, dan beberapa hari kemudian kami akan
liburan ke singapura juga Korea Selatan.Yah karena Korea Selatan
merupakan salah satu tujuan keliling duniaku.
Akhirnya apa yang selama ini aku impi-impikan
menjadi nyata juga, apa yang agaknya sudah gila untuk dijadikan mimpi pada
kenyataannya bukanlah hal yang gila, terbukti itu semua dapat menjadi
kenyataan. Allah memang tak pernah ingkar janji, Ia akan menuruti kemauan
umat-Nya bila umat-Nya itu memang benar-benar mau berusaha dan berdoa. Aku
rasa apa yang aku dapatkan ini juga berkat doa tulus Ibuku, doanya selalu
bersama langkah kakiku.
Bila ada seseorang yang bertanya “Apa
yang kau cari dalam hidup ini?” padaku.
Maka aku akan menjawab “Bahagialah yang kucari,
bahagia Ibu dan bahagia orang-orang yang tak mampu, aku rasa dengan kebahagian
aku dapat menikmati hidup ini, tak hanya dunia tapi juga akhirat.”
“Akhirat?” tanyanya terlihat bingung.
“Iya akhirat, mereka anak-anak yang kurang kasih
sayang dan tak mampu akan aku bantu menjadi orang yang sukses, sebagai
imbalannnya akan takkan meminta materi, aku hanya meminta mereka membaca surat
Yasin untuk Ayahku disetiap malam jumat agar Ayahku juga dapat merasakan
kebahagiaan yang kudapatkan. Aku takkan melepaskan anak-anak itu sebelum mereka
bisa sukses dan mandiri.” jawabku dengan lantang.
“Tidakkah kau takut miskin karena membantu mereka?
Bukankah memberi makan serta merawat mereka itu memerlukan uang yang banyak?”
tanyanya.
“Takkan pernah merasa takut, Allah takkan keliru
dalam member rezeki pada umat-Nya, lagi pula menolong dan sedekah takkan
menjadikan kita miskin.” Jawabku.
Kemudian bila ia bertanya lagi “Lantas apa yang kau
kejar dalam hidupmu?” padaku.
Aku akan menjawab “Senyum dari Ibuku, aku ingin
melihatnya tersenyum setiap saat, melupakan sejenak rasa pahit dalam hidup yang
diterimanya, karena senyumnya adalah bahagiaku. Cukup sudah rasa sengsara yang
dirasakannya itu, Ibuku selalu berjuang sendirian untukku, maka sekarang adalah
giliranku membuatnya bahagia, meski aku juga tahu bahwa sebesar apa pun yang
kulakukan untuknya takkan pernah bisa membayar atau mengganti apa yang telah ia
lakukan untukku. Tujuan hidupku adalah mengejar kebahagiaan.”
***